Senin, 07 November 2011

Sektor Pertanian Provinsi Banten


                                           Sektor Pertanian Provinsi Banten
Pertanian Peternakan Banten
Provinsi Banten memiliki letak geografis yang strategis, yaitu sebagai pintu gerbang arus pergerakan manusia, barang, dan jasa antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta adanya kedekatan jarak geografis dengan dua pusat pertumbuhan nasional (DKI Jakarta dan Bandung). Provinsi Banten juga merupakan simpul perdagangan antarwilayah, dan terletak pada jalur pelayaran dan penerbangan baik nasional maupun internasional. Hal tersebut memberikan keuntungan atau nilai strategis bagi pertumbuhan dan perkembangan Provinsi tersebut.
Selain aksesibilitas, potensi yang dimiliki oleh Provinsi Banten adalah sumber daya alam (SDA) yang cukup melimpah, khususnya potensi pertanian. Sektor pertanian merupakan salahsatu kegiatan basis bagi sebagian besar penduduk Provinsi Banten. Dalam struktur perekonomian maupun komposisi penduduk menurut mata pencaharian terlihat bahwa sektor pertanian merupakan salahsatu sektor yang masih dominan. Hal ini berarti bahwa salahsatu motor penggerak pertumbuhan wilayah yang utama masih mengandalkan sektor
ini.
Potensi sektor pertanian terdiri atas sektor pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan serta kehutanan. Provinsi Banten yang memiliki 4 daerah kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Serang, Kabupaten Tangerang, Kota Cilegon dan Kota Tangerang memperlihatkan suatu spesifikasi atau keunggulan dari masing-masing daerah/kota, yang menyebabkan terjadinya hubungan keterkaitan (interaction) dan juga hubungan ketergantungan (interdependency) akan kebutuhan komoditas. Misalnya apabila dilihat dari hasil produksi, komoditas pertanian unggulan yang dimiliki oleh setiap daerah atau wilayah di Banten berbeda-beda. Salah satu contoh dapat dilihat dari data tahun 2001 mengenai produksi karet, Kabupaten Lebak memproduksi karet terbesar dibandingkan dengan daerah lainnya di Provinsi Banten selama kurun waktu tahun 1998-2000. Sedangkan Kabupaten Pandeglang memproduksi tanaman kelapa terbesar selama kurun waktu tahun 1998-2000. Sedangkan untuk daerah/kota lainnya mempunyai kelebihan dalam hal kelengkapan sarana dan prasarana juga kelebihan sebagai pusat pemasaran berbagai macam barang/komoditas, sektor industri, serta jumlah penduduk yang relatif lebih banyak dan masyarakat kota biasanya bersifat konsumtif.
Perbedaan keunggulan baik secara komparatif (comparative advantages) maupun keunggulan secara kompetitif (competitive advantages) dari masing-masing daerah tersebut menunjukkan suatu ciri dan jatidiri dari daerah tersebut. Bagi daerah yang mempunyai potensi dan keunggulan pada sektor pertanian, identik atau biasa disebut dengan nama daerah pinggiran (periphery area), sedangkan daerah yang mempunyai ciri kekotaan, yang mengandalkan keunggulannya pada sektor industri dan perdagangan biasa disebut dengan daerah pusat (core area).
Fenomena interaksi antara daerah pusat-pinggiran (core periphery interactions secara teori dikembangkan oleh Hirschman, Myrdal dan Friedmann (Yeates, 1980:44).
Adanya interaksi dan perbedaan potensi di Provinsi Banten seperti disebut diatas baik antar daerah maupun antar jenis dan skala merupakan akibat dari variasi ketersediaan sumber daya yang dimiliki masing-masing wilayah. Secara keruangan perbedaan ini akan membentuk suatu pola-pola tertentu. Pola-pola ini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti faktor lokasi, faktor potensi lahan, faktor ketersediaan bahan baku, ketersediaan tenaga kerja, serta ketersediaan prasarana dan sarana transportasi (Hansen, 1981: 17- 20).
Perbedaan potensi dan masalah komoditas pertanian unggulan di setiap wilayah mengakibatkan terbentuknya pola aliran komoditas (commodity flows) yang memperlihatkan adanya hubungan keterkaitan antar wilayah. Dalam hal ini hubungan koleksi dan distribusi komoditas pertanian unggulan, di suatu wilayah ada yang menjadi daerah pemasaran dan sekaligus juga sebagai daerah produksi, ataupun salah satu diantaranya.
Hubungan keterkaitan aliran komoditas pertanian unggulan antar daerah/wilayah di Provinsi Banten, terjadi baik antar daerah internal maupun dengan daerah luar (External region). Interaksi antar wilayah ini terjadi karena adanya saling melengkapi kebutuhan. Di satu daerah ada yang kelebihan produksi (surplus) suatu komoditas, sedangkan daerah lainnya kekurangan (minus) produksi komoditas tersebut (Mubyarto, 1986).
Berdasarkan fenomena tersebut, maka perlu dilakukan suatu identifikasi pola ruang aliran komoditas pertanian unggulan di Provinsi Banten. Hal ini baik terasa maupun tidak terasa, cepat atau lambat akan berdampak bagi kelangsungan perkembangan Provinsi
Banten.
Studi mengenai pola ruang aliran komoditas (commodity flows) pertanian unggulan di Provinsi Banten menjadi menarik untuk dikaji mengingat urgensinya untuk keberlangsungan proses pengembangan wilayah Provinsi Banten agar kontinyu dan berkesinambungan secara optimal. Studi mengenai pola ruang komoditas pertanian unggulan ini diharapkan dapat menjadi salah satu usaha untuk dapat menciptakan, memacu dan mendukung pengembangan wilayah Provinsi Banten. Untuk mengetahui pola ruang aliran komoditas pertanian unggulan di Provinsi Banten harus diketahui terlebih dahulu mengenai komoditas pertanian unggulan yang ada di Provinsi Banten, serta pola persebaran sentra-sentra produksinya. 

MENGAPA KAWASAN PERTANIAN TERPADU MENJADI PENTING BAGI PROVINSI BANTEN ?
http://www.distanak.bantenprov.go.id/foto_berita/61sitandu2a.jpg

                        Gambar : Rencana Pengembangan Site Plan Kawasan Pertanian Terpadu Banten
 
 
Ulasan ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh berbagai “ketidaktahuan” dari beberapa pihak khususnya di luar Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten terhadap konsep dan strategi yang telah dilakukan, sehingga beberapa pertanyaan pun timbul dari akses ketidaktahuan tersebut, pertanyaan – pertanyaan yang ditangkap antara lain : Kenapa harus membuat Kawasan khusus?, Mengapa Kawasan tersebut berlokasi di Kota Serang bukan di Lokasi Kabupaten yang dominan Pertanian?, Apa tidak menyalahi Aturan Tata Ruang yang ada ? dan sebagainya, dari mulai pertanyaan yang perlu dijawab,  sampai kepada pertanyaan – pertanyaan miring, yang memang tidak perlu dijawab.

Sehingga lagi – lagi kita perlu menjelaskan kepada masyarakat luas, baik itu kepada tataran birokrat sampai kepada para pelaku pertanian di Banten tentang upaya Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Banten mencanangkan model SITANDU (Kawasan Pertanian Terpadu) sebagai Ikon resmi Pembangunan Pertanian dan Peternakan sekarang ini. 

Kawasan Pertanian Terpadu Provinsi Banten, telah ditetapkan sesuai dengan (1) Hasil Feasibility Study (FS) yang dilakukan oleh Tim Studi Care Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2008, serta (2) Surat Penetapan Kepala Dinas Pertanian No. 520/331-DPP/2009, tahun 2009 tentang Lokasi Kawasan Pertanian Terpadu yang mengacu pada  FS tersebut di atas. Lokasi Kawasan tersebut yaitu : Desa Curug, Kecamatan Curug - Kota Serang, Provinsi Banten.Lokasi tersebut seluas 18,6 hektar dan (3) Keputusan Wali Kota Serang No. 761/NU/1323-BPTPM/2009, Tentang Pemberian Penetapan Lokasi Kawasan Pertanian Terpadu Provinsi Banten.

Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu ini juga bagian yang tidak terpisahkan dari Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (Gempita Ratu), Bahwa dalam rangka menggerakan peran aktif masyarakat tani guna akselerasi pembangunan pertanian di Provinsi Banten, diperlukan show windows sekaligus Trainning center bagi para petani dan peternak, sehingga diharapkan Kawasan Pertanian Terpadu yang dikembangkan menjadi ajang komunikasi adopsi teknologi bagi pertanian dan peternakan di Banten.

Pengembangan Konsep ini di Provinsi Banten adalah strategis dimana pada era Otonomi Daerah bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan penuh dalam pengambilan keputusan dalam pelaksanaan pembangunan khususnya pertanian dengan menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya dan sumber dan secara optimal.

Dengan demikian, daerah akan memutuskan sendiri pola dan bentuk kawasan yang akan diandalkan untuk dikembangkan, maupun sektor atau produk-produk potensi daerah yang akan diunggulkannya untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah. Dalam hal ini, kelembagaan lokal di sektor pertanian akan semakin penting dan diakui keberadaannya.

Pengembangan ikon Pertanian ini dilakukan dalam rangka mengembangkan kewilayahaan pertanian sekaligus memanfaatkan potensi pinggiran kota dalam lingkungan budidaya pertanian. Pertanian terpadu ini masuk dalam satu kawasan khusus pertanian, Penamaan Sitandu (Kawasan Pertanian Terpadu) berdasarkan sebuah definisi Kawasan yaitu Kawasan yang mempunyai fungsi tertentu, dimana kegiatan ekonominya, sektor dan produk unggulannya, mempunyai potensi mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah sekitarnya. Kawasan ini secara sendiri – sendiri maupun secara bersama membentuk suatu klaster. Klaster dapat berupa klaster pertanian dan klaster industri, tergantung dari kegiatan ekonomi yang dominan dalam kawasan tersebut.

Setiap konsep yang dicanangkan tentunya mempunyai tujuan (goal) yang jelas, begitu pula dengan pengembangan kawasan pertanian terpadu yang sedang dikembangkan di Provinsi Banten ini, antara lain diarahkan :
  1. Meningkatkan kesejahteraan, kualitas hidup, kemampuan dan kapasitas ekonomi, serta social masyarakat pedesaan.
  2. Meningkatkan ikatan komunitas masyarakat atau rakyat sekitar kawasan pertanian terpadu yang memiliki tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keamanannya.
  3. Meningkatkan mutu dan produktifitas.
  4. Menciptakan lapangan kerja, meningkatkan kesempatan berusaha, dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
  5. Mendorong dan mempercepat pengembangan wilayah pertanian demi mencapai kemajuan dan kemandirian daerah khususnya Provinsi Banten.

SISTEM KELOLA BUDIDAYA KAWASAN PERTANIAN TERPADU BANTEN

Dalam pengelolaannya ke depan Kawasan Pertanian terpadu yang dimiliki oleh Pemerintah Provinsi Banten adalah :

a.    Sistem Tanaman Ganda (Multiple Cropping)
b.    Komplementari Hewan Ternak dan Tumbuhan
c.    Usaha Terpadu Peternakan dan Perkebunan   
d.    Agroforestry
e.    Agrowisata
  
KOMPONEN POKOK DAN KOMPOSISI KAWASAN PERTANIAN TERPADU

    Pada dasarnya, model kawasan pertanian terpadu ini total areal yang diperlukan adalah 18,6 ha . Komposisinya terdiri atas: a) kompleks perkantoran, b) kawasan kebun, dan c) infrastruktur penunjang lainnya. Secara rinci antara lain sebagai berikut : Kompleks perkantoran terdiri atas: 1) gedung kantor utama, 2) laboratorium, 3) rumah kaca, 4) gudang, 5) instalasi pembibitan, serta 6) jalan, taman, dan pos satpam.

Kawasan kebun  terdiri atas: 1) kebun bunga, 2) persawahan, 3) kawasan palawija, 4) kawasan hortikultura, 5) kawasan kebun koleksi, 6) kebun/ padang rumput, 7) padang penggembalaan, 8) kawasan agroforestri, dan 9) kawasan permodelan pertanian terpadu.

Sedangkan infrastruktur penunjang lainnya adalah: 1) jalan penghubung/-masuk dari jalan raya ke kompleks perkantoran, 2) jembatan, 3) jalan kebun, 4) kandang (kandang kambing/domba, kandang kerbau/sapi, dan kandang unggas), 5) saung pertemuan, 6) kolam air/dam. Selain jalan penghubung.
Komponen perkantoran, kebun, dan infrastruktur tersebut harus dapat menunjang seluruh aktivitas kebun percobaan dan budidaya pertanian terpadu. Hal tersebut menyangkut seluruh kegiatan administrasi, tempat pertemuan, pengiriman, penerimaan dan penyimpanan alat dan bahan, instalasi pembibitan, pengairan, budidaya pertanian dan peternakan, pengeringan, sampai laboratorium dan rumah kaca agar dapat menunjang penelitian pokok yang esensial serta pelatihan (training).


TAHAPAN  PENGEMBANGAN 2008 – 2012.

Tahun 2008, Dilakukannya Feasibility Study (FS) yang dilakukan oleh Tim Studi Care Institut Pertanian Bogor (IPB) tahun 2008,
Tahun 2009, Dilakukannya (1) Detail Eenginering Design (DED) Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Provinsi Banten Tahap Awal/I, dan  (2) Pengadaan Lahan bagi Sitandu.
Tahun 2010, Dilakukannya
  1. Detail Eenginering Design (DED) Pengembangan Kawasan Pertanian Terpadu Provinsi Banten Tahap Akhir/II,
  2. Penyusunan site plan dan tata guna lahan Kawasan Pertanian Terpadu
  3. Pembangunan Infrastruktur Fisik sesuai DED Tahap I secara berkesinambungan.
          a. Penetrasi Jalan
          b. Saung Pertemuan
          c. Pos Jaga
          d. Pompa Sumur dalam

Tahun 2011, Dilakukannya (1) Rencana Pembangunan Infrastruktur Fisik sesuai DED Tahap II secara terintegrasi (2) Launching Kawasan Pertanian Terpadu di Provinsi Banten, (3) Dimulainya Penerapan Model dan Konsep Pertanian terpadu sesuai dengan Tata Guna Lahan yang telah ditetapkan.

Tahun 2012, (1) Dimulainya Pengelolaan Kawasan Pertanian Terpadu dengan pola Kemitraan antara Pemerintah dan lembaga Pendidikan, Swasta dan Pelaku usaha pertanian. (2) Diberikannya Kesempatan seluas – luasnya kepada masyarakat tani untuk dapat mengadopsi teknologi yang telah diterapkan dalam Kawasan Pertanian Terpadu.

   
Sebagaimana diberitakan dalam Publikasi BPS Banten berkenaan dengan perkembangan NTP  Provinsi Banten yang terus mengalami  kenaikan secara signifikan, tentunya diperlukan upaya – upaya yang dapat menjelaskan dan mensosialisasikan bagaimana fenomena tersebut dapat terjadi khususnya dari sisi teknis, untuk itu sedikit gambaran singkat dapat di uraikan sebagai berikut :

    Dari beberapa sumber disebutkan Pertama, bahwa Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan salah satu Indikator yang digunakan dalam menunjukkan tingkat kesejahteraan petani. Dengan menggunakan nilai tersebut dapat diketahui seberapa besar tingkat pendapatan petani dalam “mengkompensasi” biaya produksi yang telah dikeluarkan. (Moh.Jafar Hafsah, 2009), Kedua,  NTP yang diperoleh dari perbandingan indeks harga yang diterima petani terhadap indeks harga yang dibayar petani (dalam persentase), juga dapat menunjukkan daya tukar (term of trade) dari produk pertanian yang dihasilkan petani dengan barang dan jasa yang dikonsumsi maupun untuk biaya produksi. Semakin tinggi NTP, secara relatif semakin kuat pula tingkat kemampuan/ daya beli petani. (Berita Resmi Statistik - BPS, 2011). Dengan pemahaman definsi tersebut tentunya kita sepakat bahwa apabila kita bicara kesejahteraan petani maka yang pertama kita pahami adalah Nilai NTPnya, karena secara tidak langsung kita dapat melihat sejauhmana petani kita mampu berdaya beli terhadap konsumsi dasar rumah tangganya.

    Data menunjukkan bahwa selama 6 bulan Terakhir (Januari – Juni 2010) di Provinsi Banten NTP di Banten mengalami kenaikan, seperti tergambar dalam Grafik di bawah ini,
 
Grafik 1. Perkembangan Nilai Tukar Petani di Provinsi Banten
Jan-Jun 2011
Sumber : BPS 2011
 
Jika dilihat grafik tersebut, secara signifikan kenaikan di tunjukkan pada bulan  April sampai dengan Juni 2010. Hal ini terjadi dikarenakan beberapa hal sebagai berikut :

    Optimalisasi berbagai kegiatan yang dilakukan baik oleh Pusat, Provinsi dan Kabupaten khususnya pada program dan kegiatan pertanian telah mulai dilakukan dan membawa dampak secara langsung.

    Pada bulan – bulan tersebut sebagian petani umumnya sedang menikmati hasil yang diusahakannya, baik panen maupun pasca panennya dimana pada bulan tersebut sedang banyak dilakukan transaksi – transaksi hasil usaha taninya. Dimana kondisi “Permintaan” lebih tinggi dibandingkan dengan “Supply” sehingga margin pendapatan petani lebih tinggi pada bulan – bulan tersebut.

    Berbagai infrastruktur penunjang seperti jalan dan  Irigasi (JITUT/Jaringan Irigasi Tingkat Usaha Tani,JIDES/Jaringan Irigasi Desa), yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi Banten dapat dirasakan langsung oleh petani. Kondisi infrastruktur penunjang tersebut secara langsung dapat mempermudah akses pasar bagi petani dalam melakukan transaksi atau menjual hasil usahataninya. Sementara dampak perbaikan irigasi  akan dapat mengoptimalkan produksi dan produktivitas dimana kebutuhan akan sumber air dapat tercukupi.

    Realisasi Bantuan Sarana Produksi dan Alsintan di MT 2009/2010 yang telah mencapai 100 %. Jelas hal ini berdampak sekali terhadap kegiatan petani di lapangan dimana bantuan – bantuan pemerintah seperti Benih, Pupuk Bersubsidi, obat-obatan/pestisida dan sarana Alsintan seperti Traktor, Pompa air  dll.  Secara Teknis  Bantuan yang diterima para petani berdampak langsung pada penekanan biaya produksi yang dikeluarkan.
    Selanjutnya Program “Gempita Ratu” yang telah ditetapkan dalam Peraturan Gubernur Banten No. 1 Tahun 2010 tentang Gerakan Aksi Membangun Pertanian Rakyat Terpadu (GEMPITA RATU) di Provinsi Banten. Gempita Ratu tersebut dilaksanakan berdasarkan strategi yang telah ditetapkan antara lain :

a.    Peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kelembagaan
b.    Peningkatan produksi dan mutu
c.    Peningkatan daya dukung sarana dan prasarana
d.    Peningkatan pengembangan usaha dan kemitraan
e.    Peningkatan akses pembiayaan dan investasi
f.    Peningkatan pelayanan akses teknologi maju  

    Persiapan dan sosialisasi Gempita Ratu tampaknya telah membawa hasil, dimana “kesiapan dan kesigapan” petani khususnya kelembagaan tani yang berada dalam wilayah sentra – sentra produksi komoditas menunjukkan peningkatan yang signifikan dibanding tahun- tahun sebelumnya, identifikasi kebutuhan dalam pengelolaan usahatani yang lebih optimal akan terus dilakukan dalam program ini, dimana rencananya dari 5.687 kelompok tani dan 550 Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) di wilayah Provinsi Banten, secara bertahap akan terus dilakukan pembinaan dalam upaya meningkatkan produksi per komoditas dan meningkatkan Daya saing dan nilai Tambah komoditasnya.

    Penguatan operasioanal tenaga petugas lapang pun menjadi sasaran program unggulan ini hamper 568 orang tenaga petugas lapang akan menjadi motor penggerak dalam mensukseskan program gempita ratu ini.

     Nilai Perkembangan NTP Tanaman Pangan pun mengalami peningkatan yang sangat baik, dari hasil data BPS ditunjukkan dalam grafik di bawah ini :
 
 
Grafik 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tanaman Pangan
di Provinsi Banten periode Jan-Jun 2011
Sumber : BPS 2010.

        Kondisi eksisting Perkembangan NTP Tanaman Pangan yang terus meningkat ini tidak lain disebabkan oleh besarnya Margin Pendapatan terhadap Penekanan atas biaya Produksi yang dilakukan. Selanjutnya factor – factor yang dapat menekan biaya produksi antara lain : a. Kondisi Harga Gabah (Padi) yang stabil pada saat panen raya, b. Stimulan sarana produksi yang terus dilakukan oleh pemerintah bagi petani dengan berbagai programnya, c. Kebutuhan komoditas Pangan yang terus meningkat di masyarakat d. HET Pupuk dan pestisida yang masih dapat dikendalikan oleh pemerintah. e. mekanisme distribusi pangan yang terus diperbaiki oleh pemerintah daerah sebagai upaya menjamin hasil komoditas pangan di tingkat petani.
Namun demikian,  Untuk menjamin kesejahteraan petani dan distribusi pangan, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh pemerintah.

        Pertama, agenda Lahan Berkelanjutan  yang diamanatkan oleh  Undang-undang 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan. Hal ini untuk menjamin bahwa petani bisa memperoleh lahan yang layak untuk produksi pangan.

      Kedua, karena banyak petani yang hanya memiliki lahan sempit, maka perlu dibangun corporate farming. Dalam konsep ini, petani-petani kecil akan bergabung dalam satuan areal yang luas untuk memproduksi pangan secara bersama-sama. Hal ini akan menjadikan proses produksi lebih efektif dan efisien waktu, biaya dan tenaga.

Disamping itu, petani juga bisa melakukan bargaining dengan pembeli (tengkulak), karena mereka menjualnya dalam jumlah yang banyak secara kolektif.

       Ketiga, pemerintah harus bisa menjamin akses pasar dan modal bagi petani. Seringkali, kedua hal tersebut menjadi kendala bagi petani untuk melangsungkan proses produksinya. Akses modal akan menjamin selesainya proses produksinya dengan baik, sedangkan akses pasar akan menjamin harga yang layak bagi petani.

       Keempat, sebenarnya fungsi BULOG sebagai pengaman ketersediaan pangan adalah sangat strategis. Hanya saja, BULOG tidak berhubungan langsung dengan petani, tetapi menggunakan perantara kontraktor sebagai pemasok gabah dengan berbagai persyaratannya. Hal ini menimbulkan lemahnya akses petani terhadap program pengadaan pangan BULOG. Dan akhirnya, yang menikmati keuntungan tetap saja para pedagang besar.
Disisi lain, BULOG kadangkala melakukan impor beras, dimana produksi petani cukup berlimpah. Tentunya, harga gabah di petani menjadi jatuh, yang kemudian dimanfaatkan oleh pedagang untuk keperluan memenuhi kebutuhan BULOG. Dalam hal ini, sebagai BUMN, BULOG harus secara tegas memposisikan diri sebagai mitra petani untuk pemenuhan ketersediaan pangan bagi seluruh masyarakat.  Untuk itu di Provinsi Banten pun perlu membangun kelembagaan sejenis di tingkat daerah sebagai upaya menjamin ketersediaan pangan di daerah.

      Kelima, keragaman pangan yang dimiliki oleh masyarakat Banten, sebaiknya dipelihara dengan baik. Keragaman pangan akan membantu petani untuk bebas menentukan jenis tanaman pangan yang akan ditanamnya. Disisi lain, keragaman pangan juga akan mempermudah rakyat untuk mencari alternatif pangan, apabila pangan pokoknya sedang langka. Tentunya, hal ini akan lebih menjamin berkurangnya kelaparan yang diderita oleh masyarakat. Apalagi, saat ini dibeberapa kota besar, masyarakat sudah mulai terbiasa dengan tidak makan nasi, tetapi menggantinya dengan roti, mie, atau sayuran. Jadi, dengan melakukan kelima hal diatas, pemerintah bisa menjamin ketersediaan pangan bagi masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan petani dan pendistribusian pangan secara merata.
Satu Dasawarsa Pembangunan Pertanian Banten
Sejak menjadi daerah Provinsi, capaian program – program pembangunan di Banten nampaknya patut untuk diapresiasikan secara positif. Salah satu capaian program yang perlu diapresiasi tersebut adalah dari sektor pertanian. Untuk sektor ini, capaian setiap tahunnya terus tumbuh dengan pesat dan berkembang menjadi salah satu sektor unggulan di Banten.
Bahkan, bila melihat kondisi alamnya yang agraris dan letaknya yang strategis, sektor pertanian di Banten diyakini akan menjadi salah kunci keberhasilan pembangunan ekonomi masyarakat di daerah itu.
“Pembangunan pertanian di Provinsi Banten merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari pembangunan Banten secara keseluruhan. Tujuannya adalah untuk mencapai terciptanya struktur ekonomi kerakyatan yang seimbang dengan mewujudkan sektor pertanian yang tangguh dan berkemampuan untuk mendukung perkembangan sektor industry.
Pembangunan pertanian di Provinsi Banten dititikberatkan kepada pengembangan agribisnis dalam upaya meningkatkan produksi pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri.Satu Dasawarsa Pembangunan Pertanian Banten
“Titik berat lainnya, yakni meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan pendapatan petani serta mendukung pembangunan daerah dengan tetap memperhatikan kelestarian sumberdaya alam dan lingkungan hidup.
Kontribusi sektor pertanian di Provinsi Banten terhadap pertumbuhan perekonomian juga dapat dilihat dari berbagai peningkatan pencapaian di sektor ini selama satu dasawarsa. Dimana, dari aspek produksi beberapa komoditi utama sejak sepuluh tahun terakhir mengalami peningkatan.
Contohnya, produksi padi dari areal pertanian di Banten–Meski sempat mengalami penurunan—terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2000 produksi padi mencapai 1,81 juta ton, mengalami penurunan di tahun 2001 namun kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan ditahun-tahun berikutnya.
”Hingga pada tahun 2009 mencapai 1,84 juta ton dan sampai bulan Agustus 2010 mencapai 1,78 juta ton. Demikian pula untuk komoditi palawija seperti jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar dan kacang tanah.
Beberapa komoditi utama hortikultura juga mengalami peningkatan, terutama buah-buahan dan tanaman hias. Adapun sayuran relatif belum berkembang dengan baik, walaupun ada beberepa jenis sayuran seperti terung, cabai merah dan kangkung sudah mulai berkembang.
Untuk produksi durian, pada Tahun 2000 lalu jumlah produksinya mencapai 433.398 ton dan mengalami penurunan produksi yang cukup signifikan pada Tahun 2001 dan Tahun 2002, yakni menjadi 16.294 ton. “Namun pada tahun-tahun berikutnya kembali naik hingga pada Tahun 2009 mencapai 28.152 ton. Demikian pula untuk rambutan, manggis dan melon.
Pria yang dikenal serius namun juga homoris ini menambahkan, untuk sub sektor peternakan seperti sapi potong, kerbau, domba, kambing, ayam dan itik, populasinya juga mengalami peningkatan. Demikian pula untuk produk peternakan berupa daging dan telur.
Dijelaskan oleh Agus, peningkatan produksi pertanian tentunya memberikan kontribusi yang nyata bagi peningkatan pendapatan usaha tani. Untuk menghitung pendapatan petani dalam menjalankan usaha taninya, parameternya adalah Nilai Tukar Petani (NTP).
“NTP petani tanaman pangan pada tahun 2007 mencapai kurang dari 100 dan cenderung meningkat di tahun-tahun berikutnya walaupun rata-rata masih di bawah angka 100, dimana pada tahun 2008 mencapai 95, pada tahun 2009 mencapai 96 dan pada tahun 2010 mencapai 99.
Sementara petani hortikultura pada tahun 2007 cenderung stabil diatas 100, dimana pada tahun 2008 mencapai 105, tahun 2009 mencapai 102 dan npada tahun 2010 mencapai 105. “Adapun peternak pada tahun 2007 juga memiliki NTP sebesar 100 dan pada tahun-tahun berikutnya relative stabil dimana pada tahun 2008 mencapai 108, tahun 2009 mencapai 110 dan pada tahun 2010 mencapai 105.
Penyerapan Tenaga Kerja
Dari aspek tenaga kerja, meski mengalami penurunan namun sektor pertanian hingga saat ini tercatat mampu menyerap tenaga kerja yang cukup signifikan, khususnya di lingkungan perdesaan.
Tahun 2000 lalu sektor pertanian di Banten mampu menyerap tenaga kerja sebesar 25,81 persen (termasuk perkebunan dan perikanan serta pertanian lainnya). Angka tersebut merupakan jumlah penyerapan tertinggi dibandingkan dengan penyerapan tenaga kerja pada sektor lainnya.
Namun demikian, pada tahun – tahun berikutnya angka tersebut cenderung menurun dimana pada tahun 2008 mencapai 22,43 persen yang merupakan peringkat kedua setelah industri pengolahan.
Kemudian pada tahun 2009 mencapai 20,12 persen yang merupakan peringkat ketiga setelah industri pengolahan dan pada tahun 2010 mencapai 18,81 persen yang merupakan peringkat ke tiga setelah industri pengolahan (per Bulan Februari 2010).
”Dengan demikian kondisi pertanian, tanaman pangan, tanaman holtikultura dan peternakan adalah salah satu sektor terkuat pada pergerakan ekonomi kerakyatan.
Meski demikian, seluruh capaian pembangunan sektor pertanian yang berhasil diraih dan upaya peningkatan selanjutnya tidak akan berhasil jika dilakukan oleh pemerintah semata.
“Semua capaian maupun upaya pembangunan sektor pertanian kedepan tidak akan akan berjalan maksimal tanpa adanya dukungan secara terpadu dan sinergi dari semua pihak yang terkait, termasuk dunia usaha, Perguruan Tinggi dan seluruh elemen terkait.
                                                                  Divisi Retail
                                                           PT. INDORAYA MITRA PERSADA 168
                                                           Marketing Support Banten

          Ibu.   DINA FRIDA YULIA HP. ( 0812 1868 7863 - 0819 3224 1034 )
          Bpk. IMANUDIN NO HP. ( 0878 7121 8906 - 0821 2485 4492 )
                                                                                                                                                                     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar